- Admin Setda
- Read Time: 1 min

Sumedang — Dalam setiap pembangunan, sinergi antara pusat dan daerah menjadi kunci agar kebijakan nasional benar-benar menjawab kebutuhan masyarakat di daerah. Di titik temu itulah Sekretaris Daerah (Sekda) dan Kepala Bappeda memegang peran penting sebagai penghubung yang memastikan setiap program berjalan efektif dan memberi manfaat nyata.
Keterlibatan Sekda Kabupaten Grobogan, Anang Armunanto, bersama Kepala Bappeda, Afi Wildani, dalam Rapat Koordinasi (Rakor) Sinkronisasi Program dan Kegiatan Kementerian/Lembaga Pemerintah Non-Kementerian dengan Pemerintah Daerah (Pemda) di Kampus IPDN Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat, pada 26–29 Oktober 2025, menjadi bagian dari upaya memperkuat keselarasan antartingkat pemerintahan.
Kegiatan ini dibuka secara resmi pada Minggu (26/10/2025) melalui apel perdana yang dipimpin Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto. Dalam arahannya, Wamendagri menegaskan posisi strategis Sekda dan Kepala Bappeda sebagai tumpuan kepala daerah dalam menghadapi dinamika kebijakan yang terus berubah.
“Bapak-Ibu menjadi tumpuan dari para kepala daerah di tengah dinamika kebijakan yang begitu kencang dan dinamis,” ujar Bima. Ia menambahkan pentingnya kepemimpinan birokrasi yang kuat, sinkronisasi kebijakan lintas sektor, serta semangat kolaboratif agar pembangunan berjalan efektif di seluruh lini.

Rakor ini menjadi forum strategis yang mempertemukan 552 Sekda dan 552 Kepala Bappeda dari seluruh Indonesia. Mereka berdiskusi, menelaah strategi, dan memperkuat jejaring kerja lintas wilayah guna memastikan program prioritas nasional dapat diimplementasikan secara adaptif di daerah.
Wamendagri juga menyinggung nilai kebersamaan yang menjadi ciri khas kehidupan di IPDN. Menurutnya, pengalaman para praja yang hidup dalam keberagaman bisa menjadi inspirasi bagi para Sekda dan Bappeda untuk membangun kolaborasi antardaerah dan dengan sektor swasta, sebagai bentuk sinergi yang lebih luas dalam pembangunan.
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian menekankan kembali peran vital Sekda sebagai “jantung pemerintahan daerah”—motor penggerak birokrasi dalam memastikan pelayanan publik berjalan optimal.
Tito menjelaskan, Rakor bukan sekadar rutinitas tahunan, melainkan momentum untuk memperkuat tata kelola APBD, meningkatkan efisiensi anggaran, serta memanfaatkan peluang dari berbagai program pusat yang berpotensi mendorong ekonomi daerah. Ia mencontohkan praktik baik dari Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan, yang berhasil menekan belanja birokrasi guna memperbesar alokasi bagi program-program prioritas masyarakat.

Selain itu, ia menyoroti Kabupaten Banyuwangi, yang mampu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui sistem pemungutan pajak yang transparan—memastikan pajak restoran dan hotel benar-benar tersalurkan ke kas daerah tanpa menambah beban masyarakat kecil.
Sepanjang Rakor, para peserta mengikuti sesi tematik yang membahas berbagai isu strategis: pengelolaan keuangan daerah, struktur dan pergeseran APBD, kebijakan efisiensi nasional, alternatif pembiayaan, pedoman penyusunan APBD 2026, hingga strategi pertumbuhan ekonomi. Pembahasan juga diarahkan pada upaya memperluas belanja produktif melalui program-program seperti Makan Bergizi Gratis, ketahanan pangan, perumahan, UMKM, pendidikan, kesehatan, ekonomi biru, hingga hilirisasi industri.
Program-program tersebut tidak hanya menekankan efektivitas belanja, tetapi juga menumbuhkan dampak langsung bagi masyarakat—mendorong ekonomi lokal, memperkuat UMKM, dan memperluas lapangan kerja.

Bagi peserta, kegiatan ini menjadi ruang refleksi sekaligus pembelajaran. Nilai kebersamaan, tanggung jawab, dan kolaborasi menjadi dasar dalam mengelola amanah pemerintahan. Rakor di Jatinangor juga menjadi ajang penyelarasan arah pembangunan daerah dengan kebijakan nasional, sekaligus memperkuat kapasitas ASN agar lebih adaptif terhadap perubahan kebijakan publik.
Rakor IPDN Jatinangor 2025 menjadi pengingat bahwa pembangunan yang efektif tidak hanya berbicara tentang anggaran dan program, tetapi juga tentang integritas, kerja sama, dan keberanian birokrasi daerah untuk berinovasi dalam memanfaatkan sumber daya secara optimal.
Melalui sinergi yang baik antara pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat, setiap langkah birokrasi daerah akan bermakna besar—mengantarkan pembangunan yang lebih inklusif, produktif, dan berkelanjutan bagi kemajuan Indonesia. (jsa)




