Purwodadi—Upaya menurunkan angka stunting kembali menjadi perhatian Pemerintah Kabupaten Grobogan. Bertempat di ruang rapat Wakil Bupati, Selasa (27/5/2025), digelar rapat koordinasi yang mempertemukan Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Kabupaten Grobogan dan sejumlah pemangku kepentingan lintas sektor. Rapat ini dipimpin langsung oleh Wakil Bupati Grobogan, Bapak H. Sugeng Prasetyo.
Dalam arahannya, Wakil Bupati menekankan pentingnya kesamaan langkah dan keseriusan dalam menangani persoalan stunting. Beliau meminta semua unsur yang terlibat agar bekerja dalam satu frekuensi dan dengan komitmen yang kuat, karena isu stunting bukan semata urusan teknis, tetapi menyangkut masa depan generasi penerus Grobogan.
“Kepada semua yang terlibat dalam hal ini, saya mohon agar satu frekuensi, serius, dan benar-benar berupaya menurunkan prevalensi stunting,” ujar Wakil Bupati dengan nada tegas namun penuh kepedulian.
Lebih jauh, rapat ini juga membahas kondisi terkini angka prevalensi stunting di Kabupaten Grobogan yang disampaikan oleh Kepala Bappeda, Afi Wildani. Ia menjelaskan bahwa berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2024, angka prevalensi stunting di Grobogan tercatat sebesar 20,8 persen. Di sisi lain, data dari aplikasi Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM) menunjukkan angka yang jauh lebih rendah, yakni 7,5 persen.
Ketimpangan ini menunjukkan perlunya analisis mendalam untuk menelusuri akar permasalahan sekaligus menegaskan pentingnya validasi data secara berlapis. Meski e-PPGBM sangat membantu pemantauan status gizi secara rinci—by name by address—sayangnya data dari aplikasi ini belum diakui secara nasional. Sementara itu, SSGI tetap menjadi satu-satunya rujukan resmi yang digunakan dalam pengambilan kebijakan tingkat pusat.
Sejumlah strategi pun dirancang untuk menjawab tantangan ini. Pemerintah Kabupaten Grobogan telah menetapkan 48 lokus stunting pada tahun 2025 dan 41 lokus untuk tahun 2026. Desa-desa ini dipilih karena menunjukkan prevalensi stunting yang tinggi atau memiliki potensi risiko yang besar. Penentuan lokus bertujuan untuk memfokuskan intervensi, mempercepat pencapaian target, dan memastikan bahwa bantuan benar-benar sampai pada titik-titik yang membutuhkan perhatian khusus.
Dalam praktiknya, berbagai langkah konkret telah diambil. Di antaranya adalah optimalisasi pendampingan untuk Pasangan Usia Subur (PUS) penerima bantuan sosial, peningkatan kepatuhan konsumsi tablet tambah darah oleh ibu hamil, hingga pemetaan dan pemutakhiran data sasaran melalui verifikasi lapangan.
Pelibatan aktif masyarakat juga terus didorong melalui kegiatan rembuk stunting yang dilaksanakan minimal dua kali dalam setahun per kecamatan. Forum ini berfungsi sebagai media evaluasi dan koordinasi bersama pelaku lapangan, sehingga intervensi dapat terus disesuaikan dengan kondisi riil di lapangan.
Selain itu, Pemerintah Kabupaten Grobogan telah melakukan audit kasus stunting sebagai langkah penelusuran penyebab dan tindak lanjut kasus secara lebih mendalam. Langkah ini diharapkan dapat membuat upaya penurunan stunting menjadi lebih tepat sasaran dan efektif. Optimalisasi program Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting juga terus digalakkan sebagai bentuk dukungan dari masyarakat luas.
Dalam perkembangannya, kebijakan nasional pun turut mengalami penyesuaian. Target prevalensi stunting yang semula ditetapkan sebesar 14 persen pada tahun 2024, kini direvisi menjadi 18,8 persen pada 2025 sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 59 Tahun 2024. Hal ini menuntut pemerintah daerah untuk lebih adaptif dalam menyusun strategi.
Surat dari Kementerian Dalam Negeri Nomor 400.5.7/1685/Bangda turut mempertegas kewajiban kepala daerah untuk memastikan intervensi konvergensi diterapkan secara menyeluruh, menyasar kelompok-kelompok prioritas seperti ibu hamil, ibu nifas, ibu menyusui; anak usia 0–23 bulan; anak usia 24–59 bulan; remaja putri; calon pengantin; serta keluarga dan masyarakat. Semua itu harus dilakukan secara terencana, terukur, dan berkelanjutan.
Semua upaya ini tidak akan berhasil tanpa kerja sama yang solid dan kesadaran bersama bahwa setiap angka prevalensi adalah representasi dari anak-anak yang nyata. Anak-anak yang berhak tumbuh sehat, cerdas, dan bahagia. Stunting bukan hanya persoalan gizi, melainkan tanggung jawab bersama untuk masa depan generasi penerus Grobogan.
Dengan semangat gotong royong, komitmen lintas sektor, dan intervensi yang tepat sasaran, Grobogan terus melangkah maju menuju cita-cita besar: melahirkan generasi emas yang bebas dari persoalan stunting. (jsa)